WHISIWIG yaitu panggilan akrab
untuk
tipe program ini, merupakan salah satu hambatan terbesar dalam menuju dunia
internet yang optimal. Kepanjangannya adalah What You See Is What You Get – apa
yang anda lihat, itu yang akan dibuat / dapatkan. Jaman dahulu kala, yang paling
bertanggung jawab atas hal ini adalah sebuah software yang disebut Frontpage, dari Microsoft, yang
sampai sekarang pun masih diajarkan secara luas. Tak lama kemudian, datang raksasa baru
yang disebut Macromedia dengan program Dreamweaver. Anda kenal, kan? Mungkin
sampai sekarang anda masih ada yang mengunakan Dreamweaver. Tidak heran, Dreamweaver ribuan kali lebih efisien
daripada Frontpage.
Masalahnya,
tampilan dasar dari Dreamweaver, yang menampilkan halaman yang sedang anda
rancang secara visual dan mencontohkan layout dan tipografi anda secara
langsung, merupakan contoh WYSIWYG. Jika anda masih belum menangkap maksudnya, WYSIWYG adalah gaya perancangan yang
bersifat visual, seperti layaknya anda menulis dokumen di Word atau dengan kata yang lebih singkat Visual ke Code HTML.
Padahal, website seharusnya dibuat dengan HTML, yang murni bersifat teks.
Begini.
Dulu, waktu internet baru diciptakan, tidak ada yang mengira bahwa kita akan
mengembangkannya sampai seperti sekarang. Semua orang mengira kalau internet
akan tetap lambat, dan halaman-halaman yang kita lihat perlu sebesar-besarnya
berisi teks untuk dibaca. Sekarang tentunya sudah berubah, dan perancang
menginginkan desain yang lebih kompleks dan menarik. Hal ini masih bisa
dilakukan dalam HTML, tapi karena perancang malas mencari-cari teknik dan
metode yang berputar-putar, diciptakanlah WYSIWYG. Anda mungkin berkata, “Bagus dong. Masalahnya apa?”
WYSIWYG
itu berlebih dan memaksa. Mereka
itu robot yang menerima perintah majikannya dan memaksakan melaksanakannya –
seberapa mahal atau berat hasilnya. Tentunya si perancang tak pernah menyadari
seberapa bagus atau buruk pekerjaan
si robot sampai terjadi sesuatu yang menakutkan. Sebagai robot, mereka tidak
bisa improvisasi atau berkembang seperti kita. Mereka juga memiliki
keterbatasan dalam kemampuan mengerti perintah yang diberikan.
Salah
satu hal yang sering disebut adalah tidak efisiennya layout yang dibuat dalam
WYSIWYG. Sebagian besar dari mereka akan menggunakan “tabel” untuk membuat
layout. Tabel secara HTML. Ini disebabkan karena tabel lebih fleksibel di hasil
akhir. Tapi jika anda melihat HTML di balik layarnya – hancur! Banyak
sampah-sampah berserakan dan tidak teratur. Program tidak dapat berpikir logis
layaknya manusia, dan pekerjaannya pun “asal jadi” saja. Ketika anda mengubah
desain anda sedikit, maka kadang-kadang program akan menyisakan tag-tag HTML
kosong atau bekas-bekas lainnya yang tidak diperlukan. Sangat tidak efektif,
apalagi bila dibandingkan dengan hasil yang dapat dibuat seorang perancang
manusia dengan bantuan CSS. (Kebetulan, CSS mudah dipahami manusia yang
mengerti cara kerjanya dari HTML. Tapi bagi si robot yang harus berkerja dari
perintah visual – bingung dia.) Saya akan membahas lebih banyak tentang
sia-sianya <table> di episode berikutnya.
Kalau bicara tentang CSS, WYSIWYG juga sering bersalah dalam membuat sampah ketika berusaha
memberi pengertian visual pada teks. Misalnya mau membuat teks yang tebal;
WYSIWYG tidak mengerti apa yang mau anda lakukan, jadi dia dengan mudah
menambah tag-tag baru dan memaksakan agar teks itu dicetak tebal. Dalam proses
ini pun banyak hal-hal ditambah-tambah dan berserakan. CSS dan seorang
perancang yang kompeten dapat dengan jauh lebih sederhana memberi tag dan CSS
yang sesuai. Hal ini disebut HTML yang semantis.
Ada
beberapa hal yang seharusnya diperhatikan oleh perancang namun dilewatkan oleh
program WYSIWYG. Salah satunya adalah menyesuaikan untuk beragam browser dan
alat baca website. Seringkali, rancangan indah yang telah dibuat program hanya
bisa bekerja dengan benar pada kondisi tertentu. Jika ada fitur di browser yang
dimatikan atau disalahgunakan, maka desain pun pecah. Kadang-kadang bahkan
desain itu hanya bekerja dengan benar di satu browser, dan rusak di browser
lainnya. Jika pengguna mematikan tampilan gambar, misalnya, maka yang akan
ditunjukkan adalah “alt text”, yang dipasang dengan atribut “alt” di tag
<img>. Ada kebiasaan di pengguna WYSIWYG untuk munafik dan lupa untuk
beradaptasi, sehingga terlalu percaya pada programnya dan lupa menguji
desainnya seperti seharusnya.
Kadang-kadang
si program akan cukup berbaik hati untuk menyediakan fitur-fitur untuk
menyelesaikan masalah ini, namun karena gaya WYSIWYG lebih berfokus pada
penampilan dan pengguna pun tidak memperhatikan hal-hal tersebut, fitur ini
terbengkalai. Dreamweaver, misalnya, memiliki fitur untuk memberi teks
alternatif pada gambar, tapi ini jarang digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar